Dalam
beberapa kesempatan, banyak kalangan akademisi, motivator, bahkan pejabat
Negara Republik Indonesia ini yang menyarankan, menghimbau, mendorong agar para
lulusan sarjana dapat menjadi entrepreneurship muda yang sukses. Ya minimal
tidak menambah beban Negara dan orang tua. Karena sungguh sangat menyesakkan
menjadi seorang pengangguran. Sudahlah di biayai dari kecil sampai dewasa, eh
malah sudah dewasa masih saja menyusahkan orang lain. Dan saya yakin tidak ada orangpun di dunia ini yang mau bernasib
seperti itu. Hanya terkadang peluang kesempatan, latar belakang pendidikan,
etos kerja serta keadaan lain yang belum berpihak sehingga ujungnya adalah
nasib jelek yang di persalahkan.
Dengan semakin sempitnya kesempatan kerja yang tersedia,
salah satu upaya pemerintah untuk mengejar ketertinggalan ekonomi dengan
Negara-negara yang lain adalah memacu masyarakatnya untuk giat menjadi
pengusaha. Melakukan usaha mandiri apa saja yang penting tidak tergantung
kepada kuota lowongan pekerjaan yang di tawarkan perusahaan-perusahaan. Data
menunjukkan bahwa jumlah pengusaha yang ada di Negara ini tidak lebih dari 10%
jumlah penduduknya. Bila di lihat dari kekayaan sumber daya alam Indonesia yang
dapat di olah, sungguh sangat ironis dan menimbulkan pertanyaan. Dari rumput,
pohon, daun, batu, pasir, tanah, enceng gondok saja dapat di tingkatkan nilai
ekonomisnya dan di jadikan usaha, kok yang mampu menjadi pengusaha sangat sedikit
sekali.
Secara harfiah, pengusaha secara sederhana dapat di katakan
sebagai orang yang berusaha. Tentunya yang spesifik dalam usaha ekonomi. Saya tidak mengetahui apakah mbok-mbok bakul
yang berjualan dagangannya di pasar-pasar, ibu-ibu yang membuka warung di
pinggir jalan, bapak-bapak penderes aren atau apapun saja profesi yang
menggerakkan sector ekonomi mikro juga di sebut sebagai pengusaha. Indikator
pengusaha itu apa. Waallahualam. Itu masih menjadi misteri di kepala saya. Karena
bila di katakan yang di katakan pengusaha itu yang harus punya NPWP, punya ijin
usaha, memiliki badan usaha PT, CV, Persero atau apapun, sesungguhnya telah
mengkhianati makna kata pengusaha itu sendiri.