***
Kejadian tersebut menjadi catatan
tambahan dari sepak terjangnya selama ini yang yang dianggap out of
mainstream dari pelaku para pejabat publik di negara ini. Di tengah
gelombang hipokrisi dan megalomania yang tinggi, Dahlan Iskan hadir
dengan terobosan serta akselarasi yang mengundang perhatian khalayak.
Beberapa kali beliau membuat keputusan dan tindakan yang tidak lazim
dilakukan. Meskipun banyak yang memuji, namun tidak sedikit pula yang
mencibir adanya pencitraan di balik semua itu.
Memang, kita selama ini telah di didik
oleh suatu system kelembagaan Negara yang membuat kita merasa sudah
sampai pada tingkat tidak percaya. Perilaku korup, kepentingan politis,
kebijakan yang selalu jauh dari amanat rakyat membuat kita di serang
dengan gelombang ketidakpercayaan, sinisme dan apatis terhadap segala
kebaikan yang terjadi di negeri ini. Membuat kita tidak memiliki
kepekaan dan daya analisa tentang apapun saja. Meminjam istilah Emha
Ainun Nadjib, kita merupakan generasi kampong yang rentan terhadap
segala informasi. Kita selalu gagal untuk menempatkan kuda-kuda pikiran
dan sikap kita, sehingga ketika ada yang baik selalu kita anggap itu
pencitraan dan yang buruk selalu kita kutuk sampai mampus. Dan lebih
celakanya pernyataan seperti itu seringkalinya lahir dari like and dislike dan bukan lahir dari fakta, analisa dan realitas yang ada.
Dalam melayani masyarakat, segala hal
yang di rasa menghambat dan menjadikan penghalang haruslah segera dengan
cepat dan tanggap untuk di benahi. Sebutlah contoh dari protokoler
kenegaraan kita yang seringkali tidak produktif. Parade pidato yang
panjang dan bertele-tele, malah dalam beberapa hal menjadi kontra
produktif. Kita hanya suka berpidato dan menggurui orang lain,
mendebatkan masalah, berdiskusi panjang namun tidak pernah menyentuh
esensinya yaitu kesejahteraan masyarakat. Bila kondisi masyarakat yang
sudah tertekan, sudah merasa di ambang penderitaan karena di pinggirkan
secara ekonomi, budaya dan politik, semestinya tidak perlu adanya
slogan-slogan dan janji indah saja. Namun menagih action secara cepat
untuk mengatasi masalah. Seperti halnya ketika ada orang yang ditimpa
penyakit yang harus segera mendapat penanganan medis, tidak usah nunggu
rapat RT, mendiskusikan ini dan itu atau apapun saja sampai kita tidak
ingat untuk menolong.
Permasalahan kemiskinan, disintegrasi
bangsa, ketimpangan sosial yang mencolok, dan apapun, telah di
diskusikan dari jaman nenek moyang kita sampai sekarang dan belum ada
formula yang tepat untuk mengatasinya. Karena kelemahan kita adalah
sedikit bekerja namun banyak bicara. Kita tampil dengan kata-kata yang
membumbung tinggi, penuh dengan kosakata ilmiah, yang cenderung hanya
ingin menunjukkan eksistensi kita namun mengorbankan informasi yang
sampai kepada masyarakat. Masyarakat bengong dan bingung karena tidak
paham dengan apa yang disampaikan bapak-bapak pejabat yang terhormat
itu. Yang mereka tahu hanyalah bantuan kepada mereka, pelayanan yang di
berikan kepada mereka, fasilitasi yang harus mereka dapatkan selalu lama
dalam merealisasikannya. Sehingga membuat mereka lelah menunggu sampai
tidak pernah kembali. Mereka menganggap negara memang seperti itu.
Karena bapak-bapak negara adalah orang-orang pandai sedangkan mereka
tidak. Apa gunanya ilmu kalau tidak membuat orang bodoh bisa
memahaminya.
Protokoler negara juga secara tidak
langsung menciptakan gap antara pejabat dan rakyatnya. Mereka tidak bisa
berhubungan secara kemanusian karena di halangi blok-blok psikologis
yang melingkupinya. Membuat pejabat juga merasa terpenjara dalam sistem
prosedural yang membuat mereka menjadi miskin kreativitas dan inovasi.
Seorang pejabat hadir dalam suatu acara resmi dengan membawa safari
kemewahan, di sambut dengan parade dan di salami penuh kehormatan,
sehingga waktu yang seharusnya dapat lebih untuk berdialog dengan
masyarakat menjadi tidak maksimal.
Yang menyebabkan permasalahan negeri ini
menjadi berlarut-larut untuk dapat di atasi. Kasus korupsi yang terjadi
di negara ini, memperlihatkan betapa aturan sangat di dewakan namun
mengesampingkan akhlak dan moral. Sudah menjadi tersangka, namun dengan
kepandaian silat lidah dan berlindung di balik pasal KUHP, seorang
tersangka masih dapat berkelit kesana kemari. Hancurlah negara ini
ketika yang di jadikan dasarnya adalah hukum dan aturan dan bukannya
moral dan etika.
Dahlan Iskan tidak mengambil hal
tersebut. Bapak yang satu ini telah banyak melakukan terobosan-terobosan
dengan membenahi keruwetan birokrasi. Dengan ide-ide segar, santun,
merakyat dan cepat mengabil kebijakan, jauh dari kesan yang selama ini
dimiliki oleh para pejabat.
So, apakah kejadian di gerbang tol di
pagi itu adalah suatu pencitraan atau bukan, yang tahu hanya Dahlan
Iskan sendiri dan Tuhan. Kita tidak perlu menjadi hakim yang menentukan
dan menjustifikasinya. Dan Dahlan Iskan juga tidak perlu di puji karena
memang seharusnya demikianlah menjadi seorang pejabat Negara.
N. Gilang Prayoga
Purbalingga, 25 Maret 2012
01.07 wib
liggrn2n
BalasHapussight care
cialis 5 mg al
cialis 20 mg satın al
viagra satın al
cialis 100 mg
glucotrust official website
https://shop.blognokta.com/urunler/ereksiyon-haplari/kamagra-100-mg-oral-jel-7-sase-etkili-sertlestirme-ilaci/